Senin, 24 Agustus 2009

Dhawuh Tuhan Yang Turun Kepada Kita


Sesudah saya melakukan perjalanan begitu lama dari memulai kehidupan sampai akhirnya menemui suatu hal yang di luar dugaan dan sangat luar biasa salah satu dhawuh alam yang di turunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh kehidupan yang ada di dunia ini baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata, anehnya lagi turun di orang Jawa yang menurut sebagian orang itu huruf jawa padahal itu adalah salah satu dhawuh Tuhan yang di turunkan kepada kehidupan semua ini, Serta mempunyai arti yang sangat dalam juga luar biasa adanya.

Dhawuh tersebut turun di jari tangan kanan kita dengan bunyi HA NA CA RA KA yang mempunyai arti HA NA: artinya : keadaan CA RA KA artinya : utusan . Jadi semua keadaan yang ada di Jagad Raya, Baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat itu adalah utusan Yang Maha Esa.

Dhawuh kedua turun di jari tangan kiri kita yang suratannya berbunyi DA TA SA WA LA. DA TA artinya : tidak SA WA LA artinya : Bergerak. Jadi kita semua titah tidak akan berdaya dengan Ginaris yang sudah di garisan oleh Yang Maha Esa.

Turun lagi di jemari kaki kanan kita yang berbunyi PA DA JA YA NYA Dhawuh tersebut mempunyai arti: PA DA artinya: sama JA YA NYA artinya: Kejayaan . jadi kita semua ini di beri Hak yang sama untuk mencari kepandaian,kekayaan dan kesaktian. Kepandaian non tehknis maupun tehknis bisa kita dapatkan asalkan kita mau berusaha, Oleh Yang Maha Esa kita di beri Hak mengenai asset kita maupun akses kita itu sama tidak ada yang berbeda tinggal kita mau yang memanfaatkan mana yang mau di ambil, untuk itu kita di perintah berusaha agar sesuai dengan keinginan kita apa yang di kehendaki.

Yang terakhir dhawuh tersebut turun di jemari kaki sebelah kiri yang berbunyi MA GA BA THA NGA . MA GA artinya magang, berani maju berkarya BA THA NGA artinya : Bathangan/teka teki. Jadi Hidup yang kita jalankan seperti orang yang sekolah , kita harus menyelesaikan pelajaran kehidupan ini, supaya mendapatkan nilai yang bagus.

Dari semua arti di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa setelah kita merasa di utus dan kita tidak berdaya dengan Kekuasaan Yang Maha Esa, kita harus sadar itu memang suratan dari Tuhan, Tapi dengan kita disuruh berusaha dan merubah segala sesuatunya , untuk itu kita juga di beri bekal yang sama dengan akses yang sama pula untuk menyelesaikan teka teki yang di turunkan kepada kita sehingga teka teki yang bisa kita selesaikan dengan benar kita dapat hadiah dan kemenangan, kita juga dapat menikmati hidup sesuai dengan yang di kehendaki Yang Maha Esa.

Ayo bersama menyelesaikan teka teki kita dengan benar dan tepat sehingga kita dapat menuju kesempurnaan yang sebenarnya, kita rubah bersama hingga berhasil, Ayooooooooooooo……

Senin, 10 Agustus 2009

Tahun 2015 Indonesia “Pecah”

Djuyoto Memprediksi Tahun 2015 Indonesia Pecah. Mungkinkah Indonesia benar-benar akan \’pecah\’ pada tahun 2015? Djuyoto Suntani, sang penulis buku, menyatakan dalam bukunya paling tidak ada tujuh faktor utama yang akan menyebabkan Indonesia \’pecah\’ menjadi 17 kepingan negeri-negeri kecil di tahun 2015. Kepingan negeri-negeri kecil itu sendiri menurutnya didirikan berdasarkan atas kepentingan primordial (kesamaan etnis), ikatan ekonomis (kepentingan bisnis), ikatan kultur (kesamaan budaya), ikatan ideologis (kepentingan politik), dan ikatan regilius (membangun negara berdasar agama).


Penyebab pertama adalah siklus tujuh abad atau 70 tahun. Seperti kita ketahui, semua yang terjadi di alam ini mengikuti suatu siklus tertentu. Eksistensi suatu bangsa dan negara juga termasuk dalam suatu siklus yang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum alam. Dia mengambil contoh Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada abad 6-7 M di mana waktu itu rakyat di kawasan Nusantara bersatu di bawah kepemimpinannya. Memasuki usia ke-70 tahun kerajaan itu mulai buyar dan muncul banyak kerajaan kecil yang mandiri berdaulat. Alhasil, di awal abad ke-9 nama Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal sejarah. Tujuh abad kemudian (abad 13-14 M) lahir Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur sekarang. Kerajaan besar itu berhasil menyatukan kembali penduduk Nusantara. Namun, kerajaan ini pun bernasib sama dengan Sriwijaya. Memasuki usia ke-70 pengaruhnya mulai hilang dan bermunculanlah kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Nama Majapahit pun hilang ditelan bumi. Tujuh abad pasca-jatuhnya Majapahit, di tahun 1945 (abad 20) rakyat Nusantara kembali bersatu dalam suatu ikatan negara bangsa bernama Republik Indonesia (abad 20-21). Tahun 2015 akan bertepatan RI merayakan HUT-nya yang ke-70. Selama ini saya selalu optimis, tapi melihat perkembangan di lapangan, apa yang terjadi pada sesama anak bangsa, sungguh mengenaskan. Irama perpolitikan nasional dewasa ini mengisyaratkan hitungan siklus bersatu dan bubar dalam tujuh abad, 70 tahun tampaknya kembali terulang. Berbagai fenomena alam yang menguat ke arah bukti kebenaran siklus sudah banyak kita saksikan. Pertengkaran sesama anak bangsa, terutama elite politik, tidak kunjung selesai, tulis Djuyoto.

Penyebab kedua, Indonesia telah kehilangan figur pemersatu bangsa. Setelah Ir Soekarno dan HM Soeharto, tidak ada tokoh nasional yang benar-benar bisa mempersatukan bangsa ini. Masing-masing anak bangsa selalu merasa paling hebat, paling mampu, paling pintar, dan paling benar sendiri. Para tokoh nasional yang memimpin negeri ini belum menunjukkan sebagai sosok negarawan karena dalam memimpin lebih mengutamakan kepentingan politik golongan/kelompok daripada kepentingan bangsa (rakyat) secara luas. Kehilangan figur tokoh pemersatu adalah ancaman paling signifikan yang membawa negeri ini ke jurang perpecahan, katanya tegas. Pertengkaran sesama anak bangsa yang sama-sama merasa jago dan hebat, masing-masing punya kendaraan partai, punya jaringan internasional, punya dana/uang mandiri, punya akses, merasa punya kemampuan jadi Presiden; merupakan penyebab ketiga Indonesia akan pecah berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Masing-masing tokoh ingin menjadi nomor satu di suatu negara. Fenomena ini sudah menguat sejak era reformasi yang dimulai dengan diterapkannya UU Otonomi Daerah.

Salah satu penyebab Indonesia akan pecah di tahun 2015 karena adanya konspirasi global. Ada grand strategy global untuk menghancurkan keutuhan Indonesia. Ada skenario tingkat tinggi yang ingin menghancurkan Indonesia atau bahkan menghilangkan nama Indonesia sebagai negara bangsa, tegasnya. Konspirasi global ini, Djuyoto Suntani melihat, terus bergerak dan bekerja secara cerdas dengan menggunakan kekuatan canggih melalui penetrasi budaya, penyesatan opini, arus investasi, berbagai tema kampanye indah seperti demokratisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, modernisasi, kebebasan pers, kemakmuran, kesejahteraan, sampai pada mimpi-mimpi indah lewat bisnis obat-obatan terlarang dengan segmen generasi muda.

Penyebab utama kelima Indonesia akan \’pecah\’ dalam penilaiannya adalah faktor nama. Apa yang salah dengan nama? Ternyata, nama Indonesia sesungguhnya berasal dari warisan kolonial Belanda yakni East-India atau India Timur alias Hindia Belanda. Kalangan tokoh politik Belanda tingkat atas malah sering menyebut Indonesia dengan singkatan: In-corporate Do/e-Netherland in-Asia atau kalau diartikan secara bebas nama Indonesia sama dengan singkatan Perusahaan Belanda yang berada di Asia. Pemberian nama Indonesia oleh Belanda memang memiliki agenda politik tersembunyi sebab Belanda tidak rela Indonesia menjadi bangsa dan negara yang besar. Nama orisinil kawasan negeri ini yang benar adalah Nusantara, yang berasal dari kata Bahasa Sansekerta Nusa (pulau) dan Antara. Artinya, negara yang terletak di antara pulau-pulau terbesar dan terbanyak di dunia sebab negara kita merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Bila para anak bangsa tahun 2015 mampu menyelamatkan keutuhan negeri ini sebagai satu bangsa, salah satu opsi adalah dengan penggantian nama dari Indonesia menjadi Nusantara. Nama Nusantara lebih relevan, orisinil, berasal dari jiwa bumi sendiri dan lebih membawa keberuntungan, pesan Djuyoto. Namun, karena perpecahan sudah di ujung tanduk, salah satu agenda dalam membangun komitmen baru sebagai bangsa dalam pandangannya adalah dengan cara (perlu direnungkan) mengganti nama Indonesia menjadi Nusantara. Karena, nama memiliki arti serta memberi berkah tersendiri.

Tidak hanya nama Indonesia yang bisa menjadi penyebab negeri ini pecah, nama Jakarta pun ternyata ikut berpengaruh terhadap keutuhan republik ini. Nama Jakarta, Djuyoto mengungkapkan, memiliki konotasi negatif bagi sebagian besar masyarakat. Bila kita ingin menyelamatkan Indonesia dari ancaman perpecahan serta punya komitmen bersama untuk membawa negara ini menjadi negara besar yang dihormati dunia internasional, maka nama ibukota negara seyogianya dikembalikan kepada nama awalnya yaitu Jayakarta. Nama Jayakarta lebih tepat sebagai roh spirit Ke-Jaya-an Ibukota negara daripada nama Jakarta, sarannya.

Penyebab terakhir pecahnya Indonesia adalah gonjang ganjing pemilihan Presiden tahun 2014. Dia menyatakan dalam Pilpres 2009 bisa saja sejumlah tokoh yang kalah masih mampu mengendalikan diri tapi gejolak massa akar rumput yang berasal dari massa pendukung tidak mau menerima kekalahan jago pilihannya. Mereka lalu mempersiapkan diri untuk maju bertarung lagi pada Pilpres 2014. Pilpres 2014 adalah puncak ledakan dashyat gunung es yang benar-benar membahayakan integrasi Indonesia. Dari informasi yang saya peroleh di seluruh penjuru Tanah-Air, indikasi karena gengsi kalah bersaing dalam Pilpres Indonesia lantas mengambil keputusan radikal dengan mendeklarasikan negara baru bukanlah sekedar omong kosong tapi akan terbukti. Pergolakan alam negeri ini seperti gunung es yang tampak tenang di permukaan namun setiap saat pasti meletus dengan dashyat, katanya. Djuyoto Suntani menjelaskan, pada Pilpres 2014 bakal bermunculan figur dari berbagai daerah yang mulai berani bertarung memperebutkan kursi RI-1 untuk bersaing dengan tokoh nasional di Jakarta. Para tokoh daerah sudah dibekali modal setara dengan para tokoh nasional di Jakarta. Jika mereka kalah dalam Pilpres 2014, karena desakan massa pendukung, opsi lain adalah mendirikan negara baru, melepaskan diri dari Jakarta. Gonjang ganjing Indonesia sebagai bangsa akan mencapai titik didih terpanas pada Pilpres 2014. Jika kita tidak mampu mengendalikan keutuhan negeri ini, tahun 2015 Indonesia benar-benar pecah. Para Capres Indonesia 2014 yang gagal ramai-ramai akan pulang kampung untuk mendeklarasikan negara baru. Mereka merasa punya kemampuan, punya harga diri, punya uang, punya jaringan dan punya massa/rakyat pendukung. Perubahan dan pergolakan politik nasional pada tahun 2014 diperkirakan bisa lebih dashyat karena tidak ada lagi figur tokoh pemersatu yang dihormati dan diterima oleh seluruh bangsa, ujarnya. Agar Indonesia tidak pecah, dia menyerukan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan bersatu. Dia berharap seluruh bangsa menyadari ancaman yang ada di depan mata dan kemudian saling bergandengan tangan bersatu untuk menyelesaikan semua permasalahan bangsa.

Buku itu ditulis sebagai peringatan dini, sebagai salah satu wujud untuk berupaya menyelamatkan Indonesia dari ancaman kehancuran.

Dengan adanya buku itu diharapkan semoga anak-anak bangsa mulai menyadari bahwa hantu Indonesia pecah sudah berada di depan mata. Kalau sudah paham, diharapkan mulai tumbuh kesadaran dari dalam hati lalu secara bersama-sama mengambil langkah untuk mencegah, dengan bersatu, GUYUB RUKUN,tidak HIDONISTIS, dan mengembalikan PANCASILA dengan BHINEKA TUNGGAL IKA, pasti kita bisa mempersatukan NUSANTARA lagi, Yang terpenting kita harus kembali menjadi TUAN RUMAH DI NEGERI KITA SENDIRI, Jangan mau di adu domba, ayo bangkit dari tidur panjang wahai anak Negeri, saya tunggu APA YANG HARUS KITA BERIKAN KEPADA NEGERI TERCINTA INI. Saya tunggu………

Minggu, 02 Agustus 2009

Sing Eling Lan Waspada

Menemukan kehidupan yang berjati diri melalui tulisan ini.
Eling Lan Waspada


Pancen wolak-waliking jaman
Amenangi jaman edan
Ora edan ora kumanan
Sing waras padha nggagas
Wong tani padha ditaleni
Wong dora padha ura-ura
Beja-bejane sing lali,
Isih beja kang eling lan waspadha

Terjemahannya:

Sungguh zaman gonjang-ganjing
Menyaksikan zaman gila
Tidak ikut gila tidak dapat bagian
Yang sehat pada olah pikir
Para petani dibelenggu
Para pembohong bersuka ria
Beruntunglah bagi yang lupa,
Masih beruntung yang ingat dan waspada
[Bait 142 Ramalan Jayabaya-Gita Nusantara]

Satu kawruh (pelajaran) yang saya dapat dari bait yang terkenal itu adalah eling lan waspada atau ingat dan waspada.
Kalau kita rasakan sejenak memang dunia ini semakin maju, modern, dan serba praktis. Saya sendiri ikut merasakan hasilnya. Dari komputer sampai handphone, dari alat rumah tangga sampai internet..hmm positif sekali..saya bersyukur sekali hidup di zaman ini…(.yg serba instant tapi kurang beradab, Aduh kok kejam ya???.:)

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepatnya terus kita rasakan melalui celah-celah indra di raga kita setiap detik dan setiap hembusan nafas. Tapi sepertinya masih sebatas itu. Kemajuan yang ada tidak dibarengi dengan kemajuan moral dan spiritual yang memuaskan.

Negara Indonesia ini sedikit banyak masih diatur oleh dalil agama “import” dan bukannya kesadaran moral yang berkaitan dengan interaksi antar individu dalam satu Negara yang mempunyai Kearifan Lokal yang luar biasa hebatnya,, bangsa lain mengakui kenapa kita tdk bisa mengakui??? dan menerapkan dalam kehidupan sehari – hari??? Kalau sudah bulat tekad kita ayo bersama kita kembalikan Kejayaan Negeri Nusantara yang ber –BHINEKA TUNGGAL IKA..

Mental kita masih terjebak dalam mental hedonis dan konsumtif. Mall-mall semakin banyak. Dunia terus mengejar kepraktisan yang nantinya berujung pada kemalasan, ketumpulan, dan kelumpuhan spirit manusia dalam berkarya di dunia.
semakin lama semakin jarang orang yang tertarik pada sejarah bangsanya sendiri.. Semakin lama orang menjadi lupa akan nenek moyangnya sendiri.

Orang lebih memilih mendalami bahasa Inggris daripada bahasa jawa misalnya.’’’’ Wah..untuk yang ini saya kena nih’’’’..tapi prinsip saya adalah bener lan pener (benar dan tepat). Utamanya adalah lestarikanlah bahasa kebudayaanmu dan gunakanlah bahasa asing jika diperlukan. Jadi..dalamilah dua-duanya..fiuhh..he he..he. Kita bagaimana????????

Yang jelas mari kita kembangkan sikap Eling Lan Waspada. Selalu ingat pada Sang Pencipta( Gusti Ingkang Akarya Jagad) di manapun, kapanpun, bagaimana pun..Waspadalah akan kinerja kelima indramu, karena itulah pintu masuk ke dalam pikiran dan jiwamu. Saringlah berbagai informasi yang masuk agar kesucian singgasana Pencipta yang ada di dalam nuranimu tetap terjaga. Hiduplah dengan seimbang, sederhana, dan jangan berlebihan. Biasakanlah melihat dan menilai tidak hanya dari permukaannya saja namun lebih ke mencari tahu apa makna di balik yang terlihat.

Ngeli tur ora keli (ikut arus tapi tidak hanyut). Wah kalau ini saya agak bingung..namun akan saya temukan penjelasannya nanti..(sing penting di tulis dulu..hehe…….biar Leluhur tidak marah bahwa salah satu ana cucunya sudah mulai sadar dan bangun dari tidur).

Negeri kita ini sudah mendekati kehancuran, Pemimpin sudah tidak pantas lagi menjadi pemimpin, Semua sudah EDAN, Tida mau mengerti, Kepentingan sesaat yang di buru dan di kejar, Makanya untuk anak Negeri Nusantara ini bangkit dan Selalu bertanya pada dirimu sendiri apa maksud Tuhan menciptakanmu di dunia ini. Dari situ tentukanlah tujuan hidupmu…. Hiduplah sekarang dan di sini untuk menjadi tuan rumah di Negeri Anda sendiri dengan gagah, bangun dan tegakkan semuanya biar berada di REL yang sebenarnya……

BANGUNLAH ANAK NEGERI INI…………
DARI TIDUR PANJANGMU…………………
NEGERI INI MEMBUTUHKANMU…………
SINSINGKAN LENGAN BAJU………………
MENEGAKKAN KEMBALI PANCASILA….
BERBHINEKA TUNGGAL IKA……………..
JAYALAH NUSANTARA…………………….
M…E…R…D…E…K…A……………………….


Template by : kendhin x-template.blogspot.com